Tampilkan postingan dengan label Bahasa Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bahasa Indonesia. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 Oktober 2012

Contoh Kata Pegantar dan Daftar Isi


KATA PENGANTAR



                Alhamdulillah tidak lupa kami panjatkan trhadap kehadirat Allah SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah Bahasa Indonesia ini. Dalam proses pengumpulan data-data dan juga proses pembuatan makalah ini tidak lepas dari kerja keras saya. Makalah yang saya buat adalah mengenai EYD khususnya dalam penggunaan tanda baca, yang di masa kini kurang begitu diperhatikan dan jarang dipergunakan dalam suatu kepentingan yang non formal.
            Semoga dengan makalah yang saya buat ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang seberapa pentingnya penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD. saya sadar dalam penulisan makalah ini banyak terdapat beberapa kekurangan. Akan tetapi kami yakin makalah ini dapat bermanfaat buat kita semua. Selamat membaca.





Parengan, 29 September 2012
DAFTAR ISI


Kata Pengantar .............................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Masalah ................................................................................................
C. Ruang Lingkup EYD ...........................................................................2
D. Tujuan ..................................................................................................3
E. Manfaat ................................................................................................
BAB 2 ISI ..............................................................................................4
A. Pemakaian Tanda Baca.........................................................................
B. Macam-Macam Tanda Baca ................................................................
C. Fungsi Tanda Baca ..............................................................................5
a. Tanda Titik .....................................................................................
b. Tanda Koma ...................................................................................6
c. Tanda Titik Dua ..............................................................................7
d. Tanda Tanya ...................................................................................8
e. Tanda Seru ......................................................................................
f. Tanda Kurung .................................................................................
g. Tanda Petik .....................................................................................9
h. Tanda Miring ..................................................................................
BAB 3 PENUTUP .................................................................................10
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Penutup ................................................................................................
C. Saran ....................................................................................................
Daftar Pustaka ................................................................................................11

Makalah Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi


BAB I PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
 Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini merupakan fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.
Bahasa mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, karena dengan menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya, fungsi bahasa sangat berabagam. Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, selain itu bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa memang sangat penting digunakan. Karena bahasa merupakan simbol yang di hasilkan menjadi alat ucap yang biasa digunakan oleh sesama masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan bahasa. Baik menggunakan bahasa secara lisan maupun secara tulisan dan bahasa tubuh. Bahkan saat kita tidur pun tanpa sadar kita menggunakan bahasa.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam kami yaitu Peran  Dan Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Berbangsa Dan Bernegara.












BAB II PEMBAHASAN

Peran  Dan Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Berbangsa Dan Bernegara
A.    Konsep Dasar Kedudukan dan Fungsi Bahasa
Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai. Misalnya dalam kalimat “Bagaimana kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang Saudara pasang pada mesin ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah itu tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa sebenarnya pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang pernah kita pakai?
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.

B.     Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan. Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsepa aslinya berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian, sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahsa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya antardaerah.Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.


C.    Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Sebagaimana kedudukannya sebagai bhasa nasional, bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada uraian berikut.
Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu terlihat pada perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu: Bahasa Indonesia:
a. Bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda, terutama untuk tingkat yang dianggap rendah.
b. Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang didirikan atau menurut sistem pemerintah Hindia Belanda.
c. Penerbitan-penerbitan yang dikelola oleh jawatan pemerintah Hindia Belanda. a. Bahasa yang digunakan dalam gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
b. Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan yang bertuju-an untuk mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia baik berupa:
1) bahasa pers,
2) bahasa dalam hasil sastra.
Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.
Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam Uud 1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah timbang akan mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3) bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.
Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menuanaikan tugas pemerintahan diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan kapan pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah. Bagaimana dengan kita?
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca: masyarakat).
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
D.    Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Perbedaan dari Segi Ujudnya
Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang semacam ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau, bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca surat-surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.
Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’, ‘kesusu’ dan ‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan menggunakan struktur-struktur kalimat yang membuat mereka kurang memahami maksudnya.
Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seeorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan secara khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’ (untuk mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuktidak), ‘gini’ (untuk begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.
Perbedaan dari Proses Terbentuknya
Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat di dalam uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal berikut.
Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.
Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.
Perbedaan dari Segi Fungsinya
Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung jawab kita terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita berkewajiban moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah yng membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi bahasa Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara/resmi.
Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat penghubung antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.












BAB III PENUTUP

A.    Simpulan  
Dari uraian diatas kita  dapat menarik kesimpulan bahwa Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
                Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini merupakan fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.

B.     Saran
 Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini merupakan fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.


C.      

DAFTAR PUSTKA
http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_pinkers/id_10943/title_peranan-bahasa-indonesia-dalam-kehidupan/
http://muslich-m.blogspot.com/2007/04/kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html
http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2093715-fungsi-bahasa-indonesia/
http://www.scribd.com/doc/21785947/Kedudukan-Dan-Fungsi-Bahasa-Indonesia
http://www.scribd.com/doc/13800606/Peranan-Bahasa-Indonesia-Dalam-Mencerdaskan-Bangsa-Indonesia

Makalah Bahasa Indonesia Periwisata


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan orang karena dengan mengembangkan sektor pariwisata maka  pengaruh terhadap sektor lainya sangat besar oleh karena itu permintaan akan pariwisata semakin bertambah seiring  dengan tingkat kebutuhan manusia yang semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Dalam GBHN 1999,  termuat bahwa pembangunan kepariwisataan terus di tingkatkan dan di kembangkan untuk memperbesar penerimaan devisa negara, memperluas dan meratakan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperkaya kebudayaan nasional, dan tetap mempertahankan kepribadian bangsa demi terpilihnya nilai-nilai agama, mempererat persahabatan antar bangsa, memupuk cinta tanah air, serta mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.
Sulawesi Selatan dengan potensi alam maupun budaya yang sangat kaya dan beragam merupakan salah satu faktor penarik para wisatawan, dengan daya dukung faktor-faktor tersebut maka tentunya daerah ini sangat berpeluang untuk dikembangkan terutama dibidang pariwisata. Pengembangan pariwisata memiliki nilai yang sangat strategi karena mendayagunakan sumber dan potensi kepariwisataan yang ada menjadi kegiatan ekonomi dan budaya akselerasi dan ganda  dalam menciptakan lapangan kerja dan kemudian berimbas pada kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan kawasan pariwisata tentunya tidak tumbuh begitu saja tanpa ada suatu usaha yang dilakukan, oleh karena itu maka ketersedian sarana dan prasarana sangat dibutuhkan untuk pengembangan sektor ini dan agar dapat menjadi salah satu sektor andalan. Namun,  Kualitas lingkungan merupakan bagian integral dari industri wisata. Bagi pengembang dan penyelenggara kagiatan wisata, kualitas lingkungan harus mendapat perhatian utama. Wisata adalah industri yang terkait dengan tujuan wisata dengan karakter-karakter keindahan, keseimbangan, natural, kesehatan, dan kualitas lingkungan yang terjamin. Saat ini, kata “lingkungan” sering muncul sebagai salah satu kunci sukses penyelenggara wisata. Dalam pandangan yang terbatas, terminologi lingkungan banyak mengacu kepada hal-hal fisik alamiah. Misalnya, bentang alam dan komponen fisik buatan manusia, seperti pos-pos pengamatan, kolam renang buatan, atau bangunan-bangunan penunjang aktifitas wisata lainnya. Dalam skala yang lebih luas, faktor sosial dan budaya juga dipertimbangkan senagai lingkungan integral industri wisata. Kualitas lingkungan meliputi kualitan bentang atau pemandangan alamiah itu sendri, yang kualitasnya dapat menurun karena aktifitas manusia. Keindahan dan kenyamanan daerah tujuan wisata, seperti keindahan pemandangan alam, sturuktur hidrologi almiah seperti air terjun dan sungai, air bersih, udara segar, dan keanekaragaman spesies, kuailitasnya bisa memburuk karena aktifitas manusia, tidak terkecuali aktifitas wisata itu sendiri. Menurut hukum permintaan wisata, kualitas lingkungan merupakan bagian integral dari suguhan-suguhan alamiah. Dengan demikian, pemeliharaan terhadap kualitas lingkungan menjadi syarat mutlak bagi daya tahan terhadap kompetisi pemilihan tujuan wisata oleh wisatawan. Jika kualitas suatu daerah tujuan wisata menurun, maka tempat tersebut cenderung diabaikan.
1.2  Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah  sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui dampak dari aktifitas wisata itu sendiri.
1.3  Kegunaan
1.      Sebagai bahan acuan dalam meminimalisir dampak dari aktifitas wisata.
2.      Sebagai bahan pertimbangan dalam menjaga kualitas lingkungan pariwisata.
3.      Sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan konservasi lingkungan hidup.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Beberapa pengertian wisata.
a.      Wisata
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata (UU no.9 thn 1990 pasal 1).
Adapun pengertian wisata mengandung unsur-unsur yaitu kegiatan perjalanan, dilakukan secara sukarela, bersifat sementara dan perjalanan seluruhnya dan sebagian bertujuan untuk objek dan daya tarik wisata atas dasar itu maka ‘wisata’ adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata(UU no.9 thn 1980 pasal 1).
Objek dan daya tarik wisata adalah yang menjadi sasaran dalam perjalanan wisata yang meliputi :
1.      Seperti pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba dengan Ciptaan Tuhan YME, yang berujud keadaan alam dan flora dan fauna tumbuhan hutan tropis serta binatang langka.
2.      Karya manusia berujud museum peninggalan sejarah seni budaya wisata argo(pertanian) wisata tirta(air) wisata petualangan taman rekreasi dan tempat hiburan
3.      Sasaran wisata minat khusus seperti berburu, mendaki gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat-tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat-tempat siarah.(buku panduan sadar wisata)
 Menurut Mathiesen dan  wall (1982) bahwa wisata adalah kegiatan bepergian dari dan ketempat tujuan lain diluar tempat tinggalnya, wisata atau rekreasi sering dilakukan untuk senang-senang atau bersantai.
Bersantai  merupakan suatu aktivitas yang berbeda dengan aktivitas melaksanakan pekerjaan tertentu.misalnya disela-sela melakukan suatu pekerjaan kemudian kita duduk ditaman maka hal ini dapat dikatakan sedang bersantai.


2.      Pariwisata.
Pariwisata secara etimologis berasal dari kata “ Pari “ yang berarti berputar –putar dan “Wisata” yang berarti perjalanan. Atas dasar itu maka pariwisata diartikan sebagai perjalan yang dilakukan berputar –putar dari suatu tempat ke tempat lain (Yoeti A.Oka,1982 :103)
Menurut  Prof. Salah wahab dalam bukunya berjudul An  Introduction an Touristm Theory mengemukakan bahwa batasan pariwisata hendaknya memperlihatkan anatomi dari gejala –gejala yang terdiri dari 3unsur yaitu manusia(human),yaitu orang yang melakukan perjalanan pariwisata ,ruang (space), yaitu daerah atau ruanng lingkup tempat melakukan perjalanan waktu(time)yakni waktu yang di gunakan selama perjalanan dan tinggaal di daerah tujuan waisata (Yaoti A,Oka:106)
Berdasarkan ketiga unsur tersebut di atas maka Prof Salah Wahab merumuskan pengertian pariwisata sebagai suatu aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar dan mendapat pelayanan secara beergantian orang –orang di suatu Negara itu sendiri (di luar negri) yang meliputi pendiaman di daerah lain (daerah tertentu ,suatu Negara  atau benua )untuk sementara waktu dalam mencari kpuasan yang beraneka rgam dan berbeda dengan apa yang di alaminya dimana dia memperoleh pekerjaan tetap.
Dalam pengertian lain pariwisata (Toursnm) adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjlanan tersebut untuk memenuhi keinginannya yang beraneka ragam (Yaoti A,Oka:09).
Maka untuk lebih jelasnya pengertian pariwisata adalah :
1.      Semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata.
2.      Pengusaha obyek wisata, seperti kawasan wisata, taman rekreasi, kawasan peninggalan sejarah (Candi, Makam Benteng), Museum, Waduk, pegelaran seni budaya, tat kehidupan masyarakat dan bersifat alamiah: keindahan alam, gunung berapi, danau, pantai indah dan sebagainya.
3.      pengusaha jasa dan prasarana pariwisata yakni:
a)      Usaha jasa pariwisata (Biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata, pramuwisata, konvensi perjalanan intensif dan pameran, inprestarait, konsultan pariwisata, informasi pariwisata.
b)      Usaha sarana pariwisata yang terdiri dari akomodasi, rumah makan, bar, angkutan wisata dan sebagainya, serta usaha-usaha jasa lainnyayang berkaitan dengan penyelenggaraan pariwisata (buku panduan wisata).
3.      Kepariwisataan.
Sesuai dengan undang-undang NO. 9 Bab I pasal 1 berbunyi :
“Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata, artinya semua kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengawasan pariwisata, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta serta masyarakat. (UU No. 9. tahun 1990)”.
 Bab I. pasal 1).
“Dari batasan tersebut diatas tampak bahwa prinsip kepariwisataan dapat mencakupi semua macam perjalanan, asal saja perjalanan tersebut dengan bertamasya dan rekreasi. Dalam hal ini diberikan suatu garis pemisah yang menyatakan bahwa perjalanan tersebut tidak bermaksud untuk memangku suatu jabatan disuatu tempat atau daerah tertentu sebab perjalanan terakhir ini dapat digolongkan kedalam perjalanan bukan untuk tujuan pertamasyaan atau pariwisata. Artinya semua urusan dan kegiatan ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat disebut Kepariwisataan”.
4.      Wisatawan
Pengertian dari wisatawan menurut F.W. Ogilvie yaitu semua orang meninggalkan ruamh kediaman mereka untuk jangka waktu kurang dari satu tahun dan sementara mereka bepergian mereka mengeluarkan uang di tempat yang mereka kunjungi tanpa dengan maksud mencari  nafkah ditempat trsebut. (Pendit N. S. 1994 : 37).
Batasan ini diberi variasi lagi oleh A.J. Norwal yang menyatakan seorang wisatawan adalah seseorang yang memasuki wilayah asing dengan maksud dan tujuan apapun asalkan bukan untuk tinggal permanen atau untuk usaha-usaha yang teratur melintasi perbatasan, dan yang mengeluarkan uangnya di negeri yang dikunjungi, yang mana diperolehnya bukan di negeri tersebut melainkan dinegri lain. (Pendit N. S, 1994 : 37).
Berdasarkan hal yang telah dikemukakan diatas maka ciri-ciri seseorang itu dapat disebut sebagai wisatawan yaitu:
-          Perjalanan itu dilakukan lebih dari 24 jam.
-          Perjalanan hanya untuk sementara waktu.
-          Orang yang melukukan tidak mencari nafkah ditempat atau di Negara yang dikunjunginya. (Yoeti A.Oka, 1982 : 130).
2.1  Jenis Pariwisata
Untuk Keperluan perencanaan dan pengembangan kepariwisataan, perlu adanya perbedaaan antara pariwisata, karena dengan demikian akan dapat ditentukan kebijaksanaan apa yang perlu mendukung, sehingga jenis pariwisata yang dikembangkan akan dapat terwujud seperti yang diharapkan dari kepariwisataan.
Ditinjau dari segi ekonomi, pemberian klasifikasi tentang jenis pariwisata dianggap penting karena dengan cara itu dapat ditentukan beberapa penghasilan devisa yang diterima dari suatu pariwisata yang dikembangkan disuatu tempat atau daerah trtentu.
Adapun jenis wisata yang telah dikenal dimasa ini antara lain:
1. Wisata Budaya
Wisata budaya adalah: perjalanan yang dilakukan atas dasar keingin untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ketempat lain, mempelajari keadaan rakyat dan kebiasaan adat istiadat, budaya dan seni mereka (Pendit, N.S, 1994 : 41).
2. Wisata Konvensi
Wisata Konvensi adalah: wisata yang menyediakan fasilitas bangunan dengan ruangan-ruangan tempat bersidang bagi peserta konverensi, atau pertemuan lainnya yang bersifat nasional maupun internasional. (Pendit, N.S, 1994 : 43).
3. Wisata Sosial
Wisata Sosial adalah: perorganisasian suatu perjalanan murah serta mudah untuk memberikan kesempatan kepadda golongan masyarakat ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan seperti misalnya kaum buruh, pemuda, pelajar atau mahasiswa, petani dan sebagainyqa. (Pendit, N.S, 1994 : 44).

4. Wisata Cagar Alam
Wisata Cagar Alam adalah: wisata yang diselenggarakan agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan jalan mengatur wisata ketempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya yang pelestariaannya dilindungi oleh undang-undang (Pendit, N.S, 1994 ).
5. Wisata Bulan Madu
Wisata Bulan Madu adalah: suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pasangan-pasangan pengantin baru yang sedang berbulan madu,dengan fasilitas-fasilitas khusus, tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan kunjungan mereka (Pendit, N.S, 1994 : 47).
Manusia ditakdirkan oleh sang pencipta memiliki naluri dan hasrat atau keinginan dalam memenuhi kelangsungan hidupnya, hasrat ingin tahu dan jiwa petualangan mendorong manusia melakukan perjalanan. Manusia senatiasi dinamis dan kedinamisannya tercermn dalam keinginan melakukan perjalanan melintasi dan menikmati objek dan daya tarik yang dikunjungi.hasrat ingin tahu itu menuntut penyaluran dan bagi banyak oranbg sudah menjadi kebutuhan.
Kebutuhan tersebut adalah ingin besenag-senag, santai , berrekreasi, ingin menambah pengetahuaan, menguatkan pribadi, sehat ingin menghirup udar yang sejuk, dan segar  dan memenuhi kewajiban agama (naik haji) sampai pada berziarah.
Dorongan untuk melakukan perjalanan wisata adalah dapat pula disebabkan oleh lingkungan seperti:
1.      Kondisi Lingkungan, keadaan iklim disekitar tempat, kondisi lingkungan yang kurang baik dan rusak, begitu pula lingkungan tempat tinggal yang bising dan kotor dengan pemandangan yang membosankan mendorong penduduk melakukan perjalanan.
2.      Kondisi social budaya, kurang tersedianya fasilitas rekreasi, kegiatan rutin dalam masyarakat yang membosankan kehidupan, kehidupan yang serba teratur, lalu banyak bekerja, fisik dan mental, sifatbebas para remaja, terdapatnya perbedaan social diantara anggota masyarakat, semuanya seiring menjadi alas an untuk bepergian ke tempat-tempat jauh, yang kondisinya lebih baik dari sekarang.
3.      Kondisi ekonomi , konsumsi dari masyarakat, biaya hidup sehari-hari didaerah tempat tinggal, meningkatkan waktu luang serta rela rendahnya ongkos angkutan, juga akan mendorong seseorang untuk melakukan perjalananan wisata.
4.      Pengaruh kegiatan pariwisata, kegiatan pariwisata akan banyak mendorong kegiatanyang berhubungan dengan wisata, seperti meningkatnya publikasi dan penyebaran informasi serta timbulnya pandangan tentang nilai lebih dari kegiatan berwisata terhadap fungsi social masyarakat.
2.3  Orientasi Pengembangan Obyek
Pengembangan daerah tujuan wisata (DTW) berarti juga akan mengembangkan obyek-byek wisata, karena obyek wisata merupakan bagian dari tujuan wisata.disamping itu kebijaksanaan dinas pariwisata menjadi arahan kebijaksanaan di daerah Yaitu :
1        Menggencarkan promosi pariwisata dari luar negeri dan yang menuju obyek wisata.
2        Meningkatkan mata pelayanaan dan mata produksi wisata.
3        Menggambarkan kawasan-kawasan pariwisata untuk memajukan daerah lokasi yang potensial.
4        Menggalakkan berbagai obyek wisata terutama Di Indonesia  Bagian Timur baik wisata bahari maupun wisata alam.
5        Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang kepariwisataan.
6        Membudayakan sadar wisata.
2.4  Kriteria Pengembangan Kawasan Pariwisata.
Study pengembangan obyek pariwisata diawali dengan pemikiran mengenai landasan, pengembangan kawasan tersebut baik ditinjau dari peran kegiatan pariwisata sebagai salah satu sector pembangunan wilayah maupun fungsi kawasan tersebut dalam kaitannya dengan wialayah pengembangan sekitarnya.
Untuk mewujudkan gagasan pengembangan tersebut dapat terlaksana dengan baik, selanjutnya memerlukan suatu kerja sama pengadaan sarana pariwisata ini dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan memperhatikan sumber daya yang ada serta kemampuan developer.
Citra pegembangan obyek pariwisata digali dari potensi sumber daya yang ada dan menciptakan atraksi menarik sesuai dengan system social dan nilai masyarakat setempat.
7        Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
8        Penanganan Masalah Dampak Lingkungan.
9        Pertimbangan Ekonomi Tata Ruang.
10    Organisasi Dan Struktur Tata Ruang.
11    Sistem Transportasi Dan Media Pelayanan.
Adapun Kriteria dasar yang mempunyai syarat kelayakan lokasi kegiatan pariwisata dalam hubungannya dengan para pelaku yang memanfaatkan kegiatan tersebut, antara lain meliputi:
a.       Syarat tata ruang dan konstruksi
b.      Syarat orientasi terhadap cahaya matahari, cuaca, pemandangan alam dan lain sebagainya.
c.       Syarat kemudahan pencapaian obyek wisata, pusat pelayanan umum, hubungan antara unsur kegiatan, fasilitas transportasi.
d.      Syarat keindahan dalam memberikan ekspresi dan ketenangan kawasan, memanfaatkan lingkungan yang berorientasi pada pemandangan alam.
e.       Syarat lingkungan yang serasi
Kegiatan pariwisata cenderung merusak kelestarian lingkungan alam dan budaya setempat, oleh karenanya perlu dijaga agar terhindar dari dampak negative dengan pengawasan dan pengendalian yang ketat, memperhatiakn dan mencerminkan cirri budaya setempat yang khas.
2.5  Kebijakan Pemerintah Tentang Kepariwisataan.
Undang-undang peraturan pemerintah
Mengingat pariwisata Indonesia kini berkembang dengan pesat dan perolehan devisa semakin bertambah karenanya sebagai kebijaksanaan pembangunaan 5 tahun ke- VI disektor pariwisata ini Majelis Permusyarwatan Rakyat (MPR ), dengan ketetapan NO. II/ MPR/ 1993. mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) bab IV merumuskan bahwa, pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisaa menjadi sector andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sector lain yang terkait, sehingga lapangan kerja pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan Negara serta peningkatan peneriamaan devisa Negara melalui upaya pengembangan dan pendaya gunaan berbagai potensi kepariwisataan nasioanal.(Pendit, N, S. 1994 : 11).
Sebagai antispasi perkembangan dunia pariwisata yang telah mengglobal sifatnya, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 9. tahun 1996 tentang kepariwisataan, dengan ketentuan sebagai berikut.
1        Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.
2        Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan pariwisata.
3        Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungandengan wisata,termasuk pengusaha obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut.
4        Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.
5        Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelengarakan jasa pariwisata atau menyediakan, mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut.

























BAB III
PEMBAHASAN
            Banyak teori dan contoh yang menunjukkan bahwa aktifitas wisata dapat peran yang signifikan dalam pembiayaan program-program konservasi lingkungan hidup. Namun, tetap harus diperhatikan bahwa aktifitas wisata juga mempunyai potensi untuk ikut serta mengarahkan pada kerusakan lingkungan (Hakim, Lukman :116).
            Para perencana pembangunan sering mengemukakan argumentasi bahwa untuk meningkatkan taraf perekonomian msyarakat sekitar hutan, dimana sebagian besar adalah kawasan lindung atau kawasan dengan tingkat keanekaragaman tinggi, para pemerhati lingkungan, konservasoinis, dan pihak-pihak pelestari lingkungan hidup melihat bahwa pembangunan yang akan dilakukan merupakan ancaman nyata terhadap keanekaragaman hayati yang ada didalam atau sekitar kawasan yang akan dikembangkan (Beatley, 1997) (Hakim, Lukman :117).
            Lebih jauh, banyak peneliti yang menyebutkan bahwa pembangunan jalan raya mempunyai banyak pengaruh terhadap objek-objek wisata. Jalan raya menjadi ancaman bagi keaneka ragaman hayati disekitarnya, karena memberikan efek fragmentasi habitat, koridor bagi penyebaran hama, dan penyakit. Sesutau yang tidak kalah penting yaitu kejadian tertabraknya satwa oleh pengendara mobil atau jenis angkutan lainnya (Hakim, Lukman :118).
            Dampak wisata lainnya terhadap lingkungan yang dapat diamati dan dirakasan yakni masalah limbah. Limbah yang dihasilkan pengunjung menjadi masalah lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas daerah tujuan wisata. Hal itu mudah terjadi, dimana ukuran daerah tujuan wisata mempunyai ukuran yang kecil, limbah cair biasanya datang dari hotel , wisma dan restaurant yang tersebar pada destinasi wisata. Tidak dapat dihindari bahwa tempat-tempat tersebut merupakn bagian dari akomodasi ekotorisme. Namun, perhatian dan penanganan limbah cair yang dihasilkan seringkali sangat kurang. Untuk mengatasi populasi air yang terjadi, dua strategi yang umumnya ditempuh yaitu mereduksi sumber-sumber pencemar dan melakukan perlakuan terhadap limbah cair agar tidak dapat memhahayakan lingkungan (Hakim, Lukman :119).

            Pencemaran udara karena kesalahan penyelenggaraan wisata seringkali mengancam kesehatah manusia. Pencemaran udara sebagai dampak pengembangan industri pariwisata antara lain bersumber dari pembakaran gas dan terlepasnya bahan-bahan beracun diudara.
            Ada banyak bukti konsumsi sumber daya alam menjadi meningkat dan berlebih. Kebutuhan terserbut sering dipenuhi dengan eksploitasi bahan alam dari kawasan lindung, bambu, kayu-kayu bahan ukir, biji-bijian berkulit keras, tulang binatang, cangkang hewan-hewan laut, dan terumbu karang yang seharusnya dilindungi (Hakim, Lukman :121).
            Penyelanggara wisata yang tidak mengindahkan daya dukung lingkungan, juga menjadi faktor penyebab rusaknya terumbu karang di banyak kawasan. Selain tidak adanya manajemen yang jelas, lemahnya pengawasan hukum terhadap perilaku wisatawan merupakan faktor penyebab degradasi kawasan pesisir. Wasatawan seringkali memasuki dan berjalan-jalan di kawasan terumbu karang dalam waktu yang cepat (Hakim, Lukman :124).
3.1         Gangguan Ekosistem Kawasan Wisata
Teori keseimbangan (Equilibrium theory) memendang bahwa ekosistem dijaga dalam sebuah keseimbangan di atas fondasi dan spesies-spesies dan penyusunnya. Dalam keseimbangan tersebut, spesies-spesies ada dan berinteraksi satu sama lain dalam hubungan predator-mangsa, serta dalam hubungan-hubungan kompetisi yang ada. Jadi, interaksi-imteraksi faktor biotik mendenterminasi struktur komunitas kahidupan dalam ekosistem. Pendekatan ini menciptakan sebuah ide tentang kesimbangan alam “ the balanced of nature” . Namun, keseimbangan ini dapat terganggu oleh sebab-sebab alamiah dan manusia.
Ketika terganggu, ekosistem bisa jadi kehilangan dan menurun atau mungkin hilang. Atau sebaliknya, mereka akan berusaha untuk mencapai keadaan awal sebelum gangguan terjadi sehingga mencapai keadaan seperti sedia kala, stabil atau pada keadaan klimaks.
Pantai sering mendapat tekanan hebat dari dampak pembangunan destinasi kawasan wisata pesisir. Pada dasarnya, istilah pantai digunakan untuk menggambarkan tempat pertemuan antara daratan dan lautan. Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem perairan laut yang produktif dengan kekayaan hayati spesies tinggi.
Kegiatan wisata di kawasan pesisir yang tidak dilakukan dengan tidak memperhatikan ekosistem setempat, biasanya menghancurkan ekosistem terumbu karang. Gangguan terhadap ekosistem dapat terjadi dengan cepat. Sebagai gambaran, laju perusakan bisa terjadi dalam satu hari karena tekanan wisatawan di zona terumbu karang. Sebaliknya, pemulihan ekosistem terumbu menuju kondisi seperti semula, memerlukan waktu yang lama. Laju pertumbuhan spesies karang yang masih diperkirakan tumbuhan antara lain adalah 7,5-13 mm/tahun pada jenis Asteropbora myroiphbalmia, 6,7-8,0 mm/tahun favia speciosa, dan 7,8 mm/tahun untuk Goniastrea retiformis (Supriharyono, 2000). Dengan demikian, melakukan proteksi wilayah terumbu karang dari pengaruh gangguan manusia menjadi sangat penting.
Sedimentasi menjadi ancaman nyata lainnya, bagi kehidupan terumbu karang dan kehidupan biota-biota lain yang ada disekitarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa terumbu karang merupakan salah satu aset wisata bahari yang berperan penting dalam penerimaan dari sektor wisata. Namun, sedimenyasi yang terjadi terus-menerus akan menurunkan mutu terumbu karang bagi atraksi wisata yang ditawarkan.
Hal yang sama dapat terjadi juga di darat. Hutan tropik yang terganggu membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan kondisinya. Saat ini, laju penggundulan hutan tropik sangat menghawatirkan. FAO memberikan estimasi data bahwa kahilangan hutan tropik terjadi pada skala 110,5 juta ha per tahun. Jika laju ini tidak dapat dihentikan atau ditekan, maka dalam waktu dekat biosfer akan kehilangan hutan tropik dengan segala kekayaan hayati yang ada didalamnya (Hakim, Lukman :126-129).
3.2          Dampak Terhadap Satwa Dan Kehidupan Liar
Saat ini, pariwisata juga duketahui memberikan dampak terhadap satwa liar lainnya. Reynols dan Braithwaite (2001) mendeskripsikan bahwa aktifitas wisata yang dekat dengan habitat satwa liar, dapat mempengaruhi kehidupan liar. Pengaruh-pengaruh negatif tersebut antara lain:
1.      Pengambilan secara ilegal terhadap satwa dan kematian satwa
2.      Pembersihan habitat
3.      Perubahan komposisi tumbuhan
4.      Mengurangi produktifitas tumbuhan
5.      Mengubah struktur tumbuhan
6.      Polusi
7.      Emigrasi satwa
8.      Mengurangi daya reproduksi satwa
9.      Habituasi
10.  Munculnya perilaku stereotip
11.  Penyimpangan pola makan satwa
12.  Penyimpangan perilaku sosial
13.  Meningkatnya predasi
14.  Modifikasi pola-pola aktifitas, dan
15.  Mengubah struktur aktifitas.
Gangguan-gangguan terhadap satwa dapat terjadi karena tumbuhan sumber makanannya terganggu. Dan struktur komunitasnya, serta produtifitasnya. Burung-burung pemakan madu dan pemakan serangga lainnya akan hilang dari kawasan, karena tumbuhan pendukungnya menurun. Wisatawan dapat mengurangi produktifitas tumbuhan, seperti rumput dan herba karena terinjak-injak atau rusak. Atau karena alasan lain yang memungkinkan rendahnya produktifitas tumbuhan yang berperan terhadap satwa. Bibit-bibit tumbuhan yang eksotik memounyai peluang masuk,karena terbawa oleh manusia secara sengaja atau tidak sengaja.
Polusi menyebabkan tercemarnya sumber-sumber air yang digunakan satwa sehingga mempengaruhi kesehatan satwa dan banyak hal, dapat menyebabkan kematian karena keracunan. Selain itu, akumulasi sumber pencemar dapat menurunnya daya reproduksi satwa untuk berkembang biak. Polusi udara, terutama gangguan-gangguan suara dapat menggangu reproduksi,. Kedatangan pengunjung dan keributan-keributan yang ditimbulkannya sering menyebabkan satwa merasa tidak nyaman  adan memilih menyingkir dari habitatnyauntuk mencari habitat baru. Bagi bebrapa satwa, masa-masa pencarian habitat baru ini merupakan masa-masa penting, karena setiap saat harus menghadapi malapetaka predasi (pemangsaan oleh predatornya), atau kekurangan sumber daya makan.
Habituasi, munculnya perilaku stereotip, penyimpangan pola makan satwa, penyimpangan perilaku sosial, dan modifikasi pola-pola perilaku aktivitas merupakan dampak yang dapat muncul karena kontak yang sering terjadi antara satwa dan manusia. Dalam banyak hal, perilaku ini sangat merugikan satwa yang bersangkutan, karena dalam jangka waktu yang lama akan mengurangi daya hidupnya di alam bebas (Hakim, Lukman :130-132).
3.3         Krisis Sumber Daya Air
Dampak dari pembangunan sektor wisata terhadap sumber daya air telah diketahui secara nyata. Air adalah sumber daya penting, di mana manusia sangat bergantung. Air bersih merupakan kebutuhan mutak dan penurunan kualitasnya (karena pencemaran dan penurunan kuantitasnya, yakni karena berkurang debit aliran air) menjadi ancaman nyata bagi manusia.
Seringkali konflik antara pengelola industri wisata, terutama pemilik hotel, restoran, dan pengembang wisata lainnya malawan penduduk lokal akan muncul. Konflik yang sering terjadi menyangkut pengalihan tata guna air permukaan dan air tanah. Biasanya, pengalihan ini dapat terjadi karena pembelokan aliran air, yakni untuk kepentingan masyarakat lokal dan pertanian setempat menuju pemenuhan sumber daya air untuk hotel, restoran, dan kepentingan wisata lainnya.
Tidak semua kawasan destinasi wisata mempunyai sumber air yang bagus dan melimpah, beberapa kawasan, bahkan tidak mempunyai sumber air sama sekali, kalaupun ada, sungai yang terbentuk karena pengaruh hujan lebat dan besifat sesaat. Pada musim kemarau, sungai akan kering (Hakim, Lukman :132-133).
3.4         Dampak Spesies Eksotik
Berkembanya sebuah destinasi wisata membuka peluang terhadap tumbuh dan berkembangnya spesies-spesies eksotik. Wisatawan sering mengunjungi destinasi wisata dengan membawa makanan yang mengandung biji, umbi atau bagian lain yang dapat tumbuh. Spesies eksotik sering lepas dari pengawasan penegelola taman nasional, sampai kemudian keberadaanya diketahui sangat mengancam kestabilan ekosistem.
Potensi masuknya tumbuhan eksotik dapat terjadi karena permintaan terhadap lanskap pertamanan yang melengkapi destinasi wisata. Sebuah destiansi wisata, biasanya “dipercantik” dengan adanya tumbuh-tumbuhan berbunga indah atau mempunyai karakter indah lainnya. Yang umumnya dijumpai pada destinasi alami (Hakim, Lukman :136).








BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
                        Keindahan dan kenyamanan daerah tujuan wisata, seperti keindahan pemandangan alam, sturuktur hidrologi almiah seperti air terjun dan sungai, air bersih, udara segar, dan keanekaragaman spesies, kuailitasnya bisa memburuk karena aktifitas manusia, tidak terkecuali aktifitas wisata itu sendiri. kualitas lingkungan merupakan bagian integral dari suguhan-suguhan alamiah. Dengan demikian, pemeliharaan terhadap kualitas lingkungan menjadi syarat mutlak bagi daya tahan terhadap kompetisi pemilihan tujuan wisata oleh wisatawan. Jika kualitas suatu daerah tujuan wisata menurun, maka tempat tersebut cenderung diabaikan. aktifitas wisata dapat peran yang signifikan dalam pembiayaan program-program konservasi lingkungan hidup. Namun, tetap harus diperhatikan bahwa aktifitas wisata juga mempunyai potensi untuk ikut serta mengarahkan pada kerusakan lingkungan.
4.2  Saran
Dari Hasil Pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberikan tanggapan mengenai dampak wisata terhadap lingkungan melalui saran sebagai berikut :
1.      Perlu adanya pengendalian diri dalam meminimalisir dampak dari aktifitas wisata.
2.      Perlu adanya peningkatan dalam menjaga kualitas lingkungan yang dilaksanakan oleh pengelola pariwisata.
3.      Perlu adanya peningkatan konservasi lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang terkait.

Makalah Bahasa Indonesia Paragraf/Alinea


MAKALAH BAHASA INDONESIA 1
PARAGRAF / ALINEA



Pengertian paragraf / alinea

Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi paragraph, yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam paragraf membicarakan satu gagasan(gagasan tunggal).Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam paragraf itu kompak, saling berkaitan mendukung gagasan tunggal paragraf.
Dalam kenyataannya kadang-kadang kita menemukan alinea yang hanya terdiri atas satu kalimat, dan hal itu memang dimungkinkan. Namun, dalam pembahasan ini wujud alinea semacam itu dianggap sebagai pengecualian karena disamping bentuknya yang kurang ideal jika ditinjau dari segi komposisi, alinea semacam itu jarang dipakai dalam tulisan ilmiah. Paragraf diperlukan untuk mengungkapkan ide yang lebih luas dari sudut pandang komposisi, pembicaraan tentang paragraf sebenarnya ssudah memasuki kawasan wacana atau karangan sebab formal yang sederhana boeh saja hanya terdiri dari satu paragraf. Jadi, tanpa kemampuan menyusun paragraf, tidak mungkin bagi seseorang mewujudkan sebuah karangan.




Bagian-bagian paragraf

Pada umumnya alinea terdiri atas lebih dari satu kalimat. Atau dapat dikatakan bahwa alinea pada umumnya terdiri atas beberapa kalimat. Dari fungsi dan kandungannya, kalimat dalam alinea dapat dipilah-pilah menjadi kalimat topik, kalimat pengembangan, kalimat penutup, dan kalimat penghubung.




Tujuan pembentukan paragraf

1.      Memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap satu tema
2.      Memisahkan dan menegaskan perhentian secara wajar dan normal




Struktur paragraf

Paragraf terdiri atas kalimat topik atau kalimat pokok dan kalimat penjelas atau kalimat pendukung. Kalimat topik merupakan kalimat terpenting yang berisi ide pokok alinea. Sedangkan kalimat penjelas atau kalimat pendukung berfungsi untuk menjelaskan atau mendukung ide utama.

a.       Ciri kalimat topik :

1.      Mengandung permasalahan yang potensial untuk diuraikan lebih lanjut
2.      Mengandung kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri
3.      Mempunyai arti yang jelas tanpa dihubungkan dengan kalimat lain
4.      Dapat dibentuk tanpa kata sambung atau transisi


b.      Ciri kalimat pendukung :

1.      Sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri
2.      Arti kalimatnya baru jelas setelah dihubungkan dengan kalimat lain dalam satu alinea
3.      Pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung atau frasa penghubung atau kalimat transisi
4.      Isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data lain yang bersifat mendukung kalimat topik




Syarat-syarat paragraf

1.      Kesatuan
Tiap alenia hanya mengandung satu gagasan pokok atau satu topik. Fungsi alenia adalah mengembangkan gagasan pokok atau topik tersebut. Oleh karena itu, dalam pengembangannya tidak boleh ada unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik atau gagasan tersebut. Alenia dianggap mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam alenia itu tidak telepas dari topiknya atau selalu relevan dengan topik.

2.      Koherensi
Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh sebuah alenia ialah koherensi atau kepaduan, yakni adanya hubungan yang harmonis, yang memperlihatkan kesatuan kebersamaan antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam sebuah alenia. Alenia yang memiliki koherensi akan sangat memudahkan pembaca mengikuti alur pembahasan yang disuguhkan. Ketiadaan Koherensi dalam sebuah alenia akan menyulitkan pembaca untuk menghubungkan satu kalimat dengan kalimat lainnya. Dalam koherensi, termasuk pula keteraturan (sistematika) urutan gagasan. Gagasan dituturkan pula secara teratur dari satu detail ke detail berikutnya, dari satu fakta ke fakta selanjutnya, dari satu soal ke soal yang lain, sehingga pembaca dapat dengan mudah mengikuti uraian yang disajikan dengan seksama. Untuk menyatakan kepaduan atau koherensi dari sebuah alenia, ada bentuk lain yang sering digunakan yaitu penggunaan kata atau frasa (kelompok kata) dalam bermacam-macam hubungan.




Macam-macam paragraf

1.      Eksposisi
Berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi.
Contoh:
Para pedagang daging sapi di pasar-pasar tradisional mengeluhkan dampak pemberitaan mengenai impor daging ilegal. Sebab, hampir seminggu terakhir mereka kehilangan pembeli sampai 70 persen. Sebaliknya, permintaan terhadap daging ayam dan telur kini melejit sehingga harganya meningkat.

2.      Argumentasi
Bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta konsep sebagai alasan/ bukti.
Contoh:
Sebagian anak Indonesia belum dapat menikmati kebahagiaan masa kecilnya. Pernyataan demikian pernah dikemukakan oleh seorang pakar psikologi pendidikan Sukarton (1992) bahwa anakanak kecil di bawah umur 15 tahun sudah banyak yang dilibatkan untuk mencari nafkah oleh orang tuanya. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya anak kecil yang mengamen atau mengemis di perempatan jalan atau mengais kotak sampah di TPA, kemudian hasilnya diserahkan kepada orang tuanya untuk menopang kehidupan keluarga. Lebih-lebih sejak negeri kita terjadi krisis moneter, kecenderungan orang tua mempekerjakan anak sebagai penopang ekonomi keluarga semakin terlihat di mana-mana.

3.      Deskripsi
Berisi gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, merasa atau mendengar hal tersebut.
Contoh:
Gadis itu menatap Doni dengan seksama. Hati Doni semakin gencar memuji gadis yang mempesona di hadapanya. Ya, karena memang gadis didepannya itu sangat cantik. Rambutnya hitam lurus hingga melewati garis pinggang. Matanya bersinar lembut dan begitu dalam, memberikan pijar mengesankan yang misterius. Ditambah kulitnya yang bersih, dagu lancip yang menawan,serta bibir berbelah, dia sungguh tampak sempurna.

4.      Persuasi
Karangan ini bertujuan mempengaruhi emosi pembaca agar berbuat sesuatu.
Contoh:
Dalam diri setiap bangsa Indonesia harus tertanam nilai cinta terhadap sesama manusia sebagai cerminan rasa kemanusiaan dan keadilan. Nilai-nilai tersebut di antaranya adalah mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya, mengembangkan sikap tenggang rasa dan nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai sesama anggota masyarakat, kita harus mengembangkan sikap tolong-menolong dan saling mencintai. Dengan demikian, kehidupan bermasyarakat dipenuhi oleh suasana kemanusian dan saling mencintai.

5.      Narasi
Karangan ini berisi rangkaian peristiwa yang susul-menyusul, sehingga membentuk alur cerita. Karangan jenis ini sebagian besar berdasarkan imajinasi.
Contoh:
Jam istirahat. Roy tengah menulis sesuatu di buku agenda sambil menikmati bekal dari rumah. Sesekali kepalanya menengadah ke langit-langit perpustakaan, mengernyitakan kening,tersenyum dan kembali menulis. Asyik sekali,seakan diruang perpustakaan hanya ada dia.




Macam-macam paragraf berdasarkan tujuannya

1.      Paragraf pembuka
Paragraf pembuka biasanya memiliki sifat ringkas menarik, dan bertugas menyiapkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan diuraikan.
Contoh paragraf pembuka :
Pemuli baru saja usai. Sebagian orang, terutama caleg yang sudah pasti jadi, merasa bersyukur karena pemilu berjalan lancer seperti yang diharapkan. Namun, tidak demikian yang dirasakan oleh para caleg yang gagal memperoleh kursi di parlemen. Mereka mengalami stress berat hingga tidak bias tidur dan tidak mau makan.

2.      Paragraf penghubung
Paragraf penghubung berisi inti masalah yang hendak disampaikan kepada pembaca. Secara fisik, paragraf ini lebih panjang dari pada paragraf pembuka. Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.

3.       Paragraf penutup
Paragraf penutup biasanya berisi simpulan (untuk argumentasi) atau penegasan kembali (untuk eksposisi) mengenai hal-hal yang dianggap penting.
Contoh paragraf penutup :
Demikian proposal yang kami buat. Semoga usaha kafe yang kami dirikan mendapat ridho dari Tuhan YME serta bermanfaat bagi sesame. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.




Macam-macam paragraf berdasarkan letak kalimat utama

1.      Paragraf deduktif
Paragraf deduktif ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di awal paragraf dan dimulai dengan pernyataan umum yang disusun dengan uraian atau penjelasan khusus.
Contoh paragraf deduktif :
Kemauannya sulit untuk diikuti. Dalam rapat sebelumnya, sudah diputuskan bahwa dana itu harus disimpan dulu. Para peserta sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia memaksa menggunakannya untuk membuka usaha baru.

2.      Paragraf induktif
Paragraf induktif ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di akhir paragraf dan diawali dengan uraian atau penjelasan bersifat khusus dan diakhiri dengan pernyataan umum.
Contoh paragraf induktif :
Semua orang menyadari bahwa bahasa merupakan sarana pengembangan budaya. Tanpa bahasa, sendi-sendi kehidupan akan lemah. Komunikasi tidak lancer. Informasi tersendat-sendat. Memang bahasa merupakan alat komunikasi yang penting, efektif dan efisien.

3.      Paragraf campuran
Paragraf campuran ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di awal dan akhir paragraph. Kalimat utama yang terletak diakhir merupakan kalimat yang bersifat penegasan kembali.
Contoh paragraf campuran :
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Kegiatan apa pun yang dilakukan manusia pasti menggunakan sarana komunikasi, baik sarana komunikasi yang sederhana maupun yang modern. Kebudayaan dan peradaban manusia tidak akan bias maju seperti sekarang ini tanpa adanya sarana komunikasi.



Macam-macam paragraf berdasarkan isi

1.      Paragraf deskripsi
Paragraf deskripsi ditandai dengan kalimat utama yang tidak tercantum secara nyata dan tema paragraf tersirat dalam keseluruhan paragraf. Biasanya dipakai untuk melakukan sesuatu, hal, keadaan, situasi dalam cerita.
Contoh paragraf deskripsi :
Dari balik tirai hujan sore hari, pohon-pohon kelapa di seberang lembah itu seperti perawan mandi basah, segar penuh gairah dan daya hidup. Pelepah-pelepah yang kuyup adalah rambut basah yang tergerai dan jatuh di belahan punggung. Batang-batang yang ramping dan meliuk-liuk oleh hembusan angin seperti tubuh semampai yang melenggang tenang dan penuh pesona.

2.      Paragraf proses
Paragraf proses ditandai dengan tidak terdapatnya kalimat utama dan pikiran utamanya tersirat dalam kalimat-kalimat penjelas yang memaparkan urutan suatu kejadian atau proses, meliputi waktu, ruang, klimaks dan antiklimaks.

3.      Paragraf efektif
Paragraf efektif adalah paragraf yang memenuhi ciri paragraf yang baik. Paragrafnya terdiri atas satu pikiran utama dan lebuh dari satu pikiran penjelas. Tidak boleh ada kalimat sumbang, harus ada koherensi antar kalimat.




Unsur-unsur paragraf

Dalam pembuatan suatu paragraf harus memiliki unsur unsur pembangun paragraf agar paragraf atau alinea dapat berfungsi dengan sebagaimana mestinya

1. Topik atau tema atau gagasan utama atau gagasan pokok atau pokok pikiran, topik merupakan hal terpernting dalam pembuatan suatu alinea atau paragraf agar kepaduan kalimat dalam satu paragraf atau alinea dapat terjalin sehingga bahasan dalam paragraf tersebut tidak keluar dari pokok pikiran yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Kalimat utama atau pikiran utama, merupakan dasar dari pengembangan  suatu paragraf karena kalimat utama merupakan kalimat yang mengandung pikiran utama. Keberadaan kalimat utama itu bisa di awal paragraf, diakhir paragraf atau pun diawal dan akhir paragraf.

Berdasarkan penempatan inti gagasan atau ide pokoknya alinea dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

Deduktif                     : kalimat utama diletakan di awal alinea
Induktif                       : kalimat utama diletakan di akhir anilea
Variatif                        : kalimat utama diletakan di awal dan diulang pada akhir alinea
Deskriptif/naratif        : kalimat utama tersebar di dalam seluruh alinea

1. Kalimat penjelas, merupakan kalimat yang berfungsi sebagai penjelas dari gagasan utama. Kalimat penjelas merupakan kalimat yang berisisi gagasan penjelas.
2. Judul (kepala karangan), untuk membuat suatu kepala karangan yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu :

Provokatif (menarik)
Berbentuk frase
Relevan (sesuai dengan isi)
Logis
Spesifik
Daftar Pustaka

1. Wahyu R.N, Tri. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta. Universitas Gunadarma
2. Rahardi, Kunjana. 2010. Teknik-teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis Ilmiah. Graha Media.
3. Wiyanto, Asul. 2006. Terampil Menulis Paragraf. Grasindo.
4. Budiharso, Teguh. 2009.  Panduan Lengkap Penulisan Karya Ilmiah. Angkasa.
5. Indriaty, Etty. 2008. Menulis Karya Ilmiah . Gramedia Pustaka Utama.
6. Wuryanto, R. 2010.  Pedoman Lengkap Eyd ( Ejaan Yang Disempurnakan ). Paung Bona Jaya.
7. Muda, Ahmad A.K. 2008. Kamus Saku Bahasa Indonesia Idx Ed.terbaru. Tititk Terang.
8. http://fusliyanto.wordpress.com/kumpulan-materi-bahasa-indonesia-3/
9. http://ellopedia.blogspot.com/2010/09/paragraf.html